racun milik siapa ini ?  

lonceng berayun – ayun
dikibarkan berdenting
merindukannya bertabur
hendak digores oleh waktu
di atas katedral tak berpenghuni
menjulang bersuling racun
racun seperti apakah ini ?

mereka hendak memungutinya
aku beringsut
aku ingin dengar denting piano
nadanadanya menyayat dengan ramah
sebentar datang, sebentar pergi
tapi aku selalu menemukannya

aku pun rindu
sebagai patung ataukah udara ?
tak lekang menjadi pertapa pun
rumpun – rumpunnya lahir
menjadi bongkahan rimbun

2008

puisi di ujung jalan itu  

suatu siang di ujung jalan itu
kita saling beradu
kita samasama mahfum
kereta tak bisa merapat ke stasiun
memilih tenggelam dalam ngarai
sambil membacakan puisi

kita saling beradu lagi
di secangkir kopi
mencoba menghapus langkah
yang senantiasa terpaku
di ujung jalan itu
kepulankepulan asapnya mengepul
jatuh blingsatan dalam remahnya puisi

kita pergi

Juni 2008

percakapan  

ada yang gugur menggoda wajah batu
setelah usai meramaikan geriap mimpi
yang mengepung suku kata
menjenguk dan bercakapcakap dengan telaga hening
di siluet percakapan yang teracu menjelma mawar

kelopakkelopaknya tergantung
menegaskan kemana arloji harus disematkan

mungkin ada yang keliru
menafsirkannya sebagai sebuah percakapan

19 Juni 2008

Lagu Buta  

aku hanya dengar riuh rendah benturan dua telapak tangan beratus – ratus menggema dan histeris mereka dalam gedung gelap di retinaku
aku bernyanyi, mereka menari

cahaya seperti apa yang berani melebur gaunku tengah bianglala ini ?
seperti apa wajah mereka yang memaksa aku bernyanyi, apakah mereka benar – benar suka ?
dan tak ku lihat warna – warna ini
hitam, hitam, di depan kerlingan, dikremasikan terlebih dahulu atau
Dia sengaja menyembunyikan manik – manik berkasnya dari berpuluh – puluh lampu panggung memeluk dingin kejaran waktu yang tertinggal
apa aku berada dalam hayal panggung ?
siulan mereka nyata di telingaku !
memecah gendang telinga lalu memendamnya dalam lengkung bibir berpulas jingga
benarkah jingga ? mana aku tau warna yang kata orang ialah senja. Siapa senja ?
dia tak pernah menjabat syahdu bola mata sembunyi pada katup untuk mengenalnya.
apa ia indah ?
apa ia juga dipaksa bernyanyi ?!

aku terus bernyanyi, dan mereka terus menari
aku tertawa, mereka bertambah riang dan tertawa
aku lelah, mereka masih saja memaksaku bernyanyi
aku pun bernyanyi, bernyanyi, bernyanyi dan bernyanyi !
ini lagu buta !

kalian yakin aku telah ada ?

Karanganyar, 1 Februari 2008

kota mati  

kota mati berdarah – darah
berputar – putar mengulang sandiwara
sunyi meneteskan sajak perkabungan
bau busuk meleleh tiap sudutsudut kota

seorang laki memeluk istrinya
menghalau gigil lampulampu jalan
membeton tengah ramai kota
bukankah kota ini telah mati ?
kota mati
kota mati
kota mati
sepasang laki – perempuan tidur
bercintakah mereka di atas lembaran kardus,
depan toko ?
sedang jalanan tak pernah sepi

inikah yang terhormat sebut pasal 34 ?

20 April 2008

kita tertahan mengenalnya  

sebermula kabut hendak berpayung embun
memanggil – manggil nama kita dengan nama lain
dan kita tenggelam
seperti kembaran yang tak menghayati
kita pun hendak nelusup ke dalam megamega
tapi kita tertahan mengenalnya

Juli 2008

Kidung Lancung  

aku mengukir gusar pada relung udara
mengintai remang
menyepuhnya menjadi perdu menggandeng sekarat yang tertinggal pada bait – bait terakhir sajak
ia tak pernah usai memamah giris berjelaga mengiringnya dalam irama gitapati yang laguh – lagah

berputih mata menderum di mana – mana

6 Februari 2008

kemanakah stasiun berikutnya  

lalu kemanakah stasiun pemberhentian ini ?
sementara rel tak pernah ada putusnya menjalar
kirimkan segera peluit yang akan membawaku
pada stasiun berikutnya
karna aku telah lelah melihatnya beradu
dengan bau gerbong – gerbong menjilat
dari segala keresahan
menggantikan angin menghela geriap rambut
menjadi sisa tetes air

Bandung, akhir mei 2008

-dimuat dalam antologi Redi Lawu (2009) bersama Beni Setia dkk

insomnia  

: hei ! baturmu telah menunggu di negeri dongeng ! ayo cepat kemari

ahh setan kau !
weitz, kau juga bersekongkol dengan suara jangkerik dan cicak di langit – langit ?!
berani benar kalian mengejekku ?!

janganlah kau pergi dulu
temani aku
kau masih di angka dua belas
tunggulah hingga kau di angka dua tengah malam !
aku akan ke sana !
sebelumnya akan aku sumpal tenggorokannya !
dia melantunkan lagu yang aneh
perutnya naik turun mengikuti irama mengalun
pandai benar ia ciptakan notnot balok
tapi aku tak mau mendengarnya !
nadanadanya berantakan !

lihatlah mulutnya menganga !
ohh dia semakin memperbesar volume !
geram aku dibuatnya

aku sudah di angka dua
kenapa kau belum menyusul ?

dengkurnya memenuhi ruangan
dia ingin bersaing dengan ejekanmu tadi
aku gila !

Karanganyar, 1 Februari 2008

: kau  

tiba – tiba kutemui mimpiku yang membeku,
meleleh di beningnya khotbahmu yang menjelma pahatan putih bening
dan kusaksikan kenangan pucat pasi mengabarkan salam perpisahan

sambil mencium wangi cemara yang blingsatan keluar dari tubuhmu,
segerombolan serdadu berbaris, sepatu berderap – derap,
melesakkan puisi laki – laki baru
tubuhku pun gagap berkata menawarkan lukisan
dunia yang mengusungnya menuju langit biru

Palur, 28 November 2007